Sabtu, 28 Februari 2009

KOST PRIMITIF

Tentunya para pembaca tidak asing lagi mendengar kata “Primitif”. Bukan berarti primitif adalah ketertinggalan di masa lalu, tapi itu adalah nama sebuah kos-kosan yang terbuat dari kayu Ulin (Eusideroxylon zwagerii) yang secara geografis Kota Samarinda terletak di Jl. Perjuangan 2 Rt: 01 No: 40 Samarinda Utara Kalimantan Timur. Kos primitif merupakan sebuah rumah panjang bergaya suku bugis (karena yang punya adalah orang Bugis). Di dalamnya terdapat 33 Kamar. 17 kamar di lantai dasar dan 16 kamar di lantai pertama dengan masing-masing kamar berukuran 4×4 m. Berbicara tentang fasilitas, kos primitif memiliki 3 buah kamar mandi umum, 1 buah bak besar sebagai penampung air bersih berukuran 3×2 m dan 1 buah kamar sholat umum. Ditinjau dari aksesbilitas kos primitif memiliki kekurangan, kekurangannya jauh dari jalan raya, tetapi dari segi positif kiri kanan depan belakang kos-kosan kami terdapat berbagai jenis tanaman (tumbuhan yang sengaja ditanam) seperti Pohon Ketapang (Terminalia catappa), jambu biji (shizigium guajava) Nangka (Artocarpus heterophillus) dan tumbuhan (tumbuhan yang secara alami tumbuh di alam) seperti Mangga (mangifera indica), Akasia Daun Lebar (Acacia mangium), Akasi Daun Kecil (Acacia auriculifomis), Pisang (Musa paradisaeae), Petai cina (Leucaena leucocephala), Kangkung, cocor bebek, Rumput (Oriza sativa) dan tumbuhan semak lainnya, karena sebagian kiri kanan kami adalah tanah berawa yang berfungsi sebagai tempat penyerapan air ketika hujan datang.

Pada sore hari, udara yang berkumpul menjadi satu kesatuan yang disebut dengan angin seringkali berhembus secara perlahan disekitar kos primitif yang mengubah suhu disekitar kos kami menjadi menurun dan dingin. Udara disekitar kos-kosan primitif juga bersih karena banyaknya vegetasi sebagai penetral carbondioksida (Co2) menjadi Oksigen (O2). Berbicara tentang fauna atau satwa liar berdasarkan inventarisasi yang berjalan hampir 4 tahun, disekeliling kos primitif terdapat satwa liar diantaranya: Burung gereja (Paser montanus), Burung ayam-ayam (Kareo padi),Burung Layang-layang, burung Kutilang, Burung Tekukur, Burung Punai Pohon, Berang-berang, Ikan Gabus, Ikan Sepat, Labi-labi atau Bulus, Belut, Ular Air, Ular Cobra, Kucing Rumah, Semut Merah, Semut Hitam, Semut Api, Kecapung (sebagai indikator yang menentukan bahwasanya kawasan tersebut belum tercemar), Kodok hijau, Katak, Keong emas (yang selalu dimakan disaat krisis atau bulan tua, biasanya dijadikan sate keong atau digoreng biasa), Kucing rumah, Tikus rumah (yang selalu memakan sabun mandi anak-anak kos), Kepiting Parit, kelelawar, Bekicot, Cicak rumah, Biawak Monyet ekor panjang (Macaca nemenstrina). Monyet ekor panjang adalah jenis primata yang paling kuat bertahan atau beradaptasi. Walaupun disekeliling kos kami hanya ada beberapa pohon-pohon dan sekarang mulai tumbang satu-persatu akibat pembukaan lahan untuk kepentingan pembangunan. Jumlahnya yang penulis hitung terakhir kali berjumlah 10 ekor (08 Mei 2007). 1 jantan dewasa, 1 betina dewasa, 3 betina remaja, 1 jantan remaja dan 4 jantan muda,. Entah sampai kapan mereka akan bertahan dengan 2 kemingkinan: yang pertama mati akibat degradasi kawasan yang mengakibatkan kekurangan bahan pakan dan yang kedua ditangkap manusia untuk kepentingan kepuasan semata dan masih banyak lagi yang belum disebutkan nama-nama satwa liar lainnya karena faktor lupa.

Penghuni yang mendiami kos primitif diantaranya adalah: Kakak Nari dan Kakak Indah (Pasangan Suami-Istri yang menjaga kos kami), Samsul, Yusman, Baron 212 (Wiri Sableng), Dodi gondrong, Agil, Daniel, Iwan (Karo), Memet, Yusuf, Charles, Pande, Abel Agabag, Roni, Endean, Said, Purwanto (Kung), Dani (Keong), Dhana (Elang), Arif (Waluh), Bang Bram, Somber, Dani (Pa’le), Hadis, Joni, Heskel, Simon, Beni (Ayam-ayam), Lewi, Robi (Bablu) beserta penghuni partisipan yaitu Sakir.

Ketika malam datang kita dapat melihat bintang di langit dengan sangat jelas. Mengapa bintang dapat terlihat dengan jelas di kos primitif, dikarenakan tidak ada persaingan cahaya seperti di tempat keramaian pada umumnya atau di kota-kota besar. Selain itu kita dapat mendengar nyanyian jangkrik dan kodok di malam hari (krooook-Krooook-kroook), damai sekali rasanya.
Ketika musim penghujan kos-kosan kami selalu mengalami kebanjiran dalam 1 tahun terakhir ini, di tahun-tahun sebelumnya kos-kosan kami tidak pernah mengalami kebanjiran. Hipotesa penulis, ini semua disebabkan akibat penutupan rawa oleh beberapa proyek pembangunan pemerintah dintaranya adalah Pembangunan GOR. Sempaja yang akan digunakan pada PON 2008 dan pembangunan Fakultas-fakultas baru Universitas Mulawarman (Gedung Dekanat Fakultas Ekonomi, Fakultas Kedokteran, Fakultas Teknik S-1, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Pembangunan Taman Air Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Pembangunan Bank BNI 46 Cabang Samarinda, yang mana semua pembangunan itu didirikan di atas tanah berawa sehingga yang awalnya rawa adalah tempat penampungan air yang efektif sehingga menjadi tidak efektif karena penimbunan tanah yang mengurangi produktifitasnya sebagai penampung air.

Ada atas ada pula bawah, ada sisi negatif dan ada pula sisi positif. Sama halnya dengan musibah banjir yang melanda kos-kosan kami, sisi positifnya ketika banjir telah datang para penghuni kos akan mengeksresikan obi mereka masing-masing. Ada yang hobi memancing, mendayung dengan menggunakan pohon pisang, memasang jerat ikan dan hobi bermain kapal-kapalan dengan menggunakan gabus bekas.

Sejalan 4 tahun lamanya penulis berteduh dari panas dan hujan di kos primitif. Ingin berpindah ke kos yang lainnya pun rasanya tidak ingin. Karena di kos primitif kita masih dapat menikmati udara segar tanpa adanya debu seperti di kota-kota besar, polusi suara pun tidak pernah terjadi sampai saat ini. Hanya saja polusi suara ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yaitu teriakan teman-teman satu kos yang kurang kerjaan.

Jadi, itulah sedikit cerita tentang Kos Primitif. Sederhana namun penuh dengan Kebahagiaan, Terasing tapi penuh dengan udara yang sehat dan bersih

Tidak ada komentar:

Posting Komentar