Minggu, 01 Maret 2009

Elephas maximus borneensis

Studi Jejak Kaki Gajah Kerdil Kalimantan (Elephas maximus borneensis) Di Kecamatan Sebuku Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur

Abstrak
Perdhana Putra, Studi Jejak Kaki Gajah Kerdil Kalimantan (Elephas maximus borneensis) Di Kecamatan Sebuku Kabupaten Nunukan Kalimantan Timur. (Di bawah bimbingan Albert L.aston Manurung, M. For dan Rustam, MP).

Penelitian ini dilaksanakan pada kawasan hutan Sebuku, dekat Desa Sebuku, Kecamatan Sebuku, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari jejak kaki gajah yang hidup bebas di alam (hutan) di Pulau Borneo khususnya Kalimantan Timur sebagai langkah awal untuk program konservasi populasi Gajah Kalimantan.

Luas total kawasan penelitian seluruhnya adalah 910 km. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode purposive dengan perhatian khusus dilakukan pada tempat dengan kemungkinan besar untuk menemukan jejak kaki gajah, wilayah tersebut seperti pinggir sungai atau anak sungai, di sekitar tempat berkubang dan beristirahat atau tempat tidur gajah, jalur perjalanan gajah, tempat sumber mineral, dan tempat minum gajah, pohon tempat menggosok badan setelah gajah berkubang, di sekeliling bekas pohon pakan dan tempat mengasah gading. Setiap jejak yang ditemukan di alam bebas dipelajari ciri-ciri dan bentuk fisiknya kemudian diukur dan dicatat (panjang, lebar dan kedalaman jejak kaki) dan dihitung berapa banyak jejak kaki yang ditinggalkan oleh gajah serta didokumentasikan. Dalam pengidentifikasian jejak kaki berdasarkan kondisinya, dengan melakukan analisis keadaan jejak yang meliputi ukuran, bentuk dan lokasi. Dari jejak gajah yang ditemukan bisa dikenali ukuran jejak, berat badan dan usia dari gajah pembuat jejak.

Data penelitian ini diperoleh dari 9 (sembilan) tempat yang berada di dalam kawasan hutan Sebuku diantaranya ditemukan di kawasan hutan Sebuku dekat Desa Semunad, Sekikilan, Kalunsayan, Tembalang dan Salang. Di bagian Utara dari kawasan, jejak kaki juga ditemukan pada hulu Sungai Agison, Sungai Sibuda, Sungai Apan dan Tampilon. Di luar kawasan jejak ditemukan di SP-I, SP-II dan kawasan perkebunan kelapa sawit PT. KHL (Karang Joang Hijau Lestari). Total jejak yang dapat digunakan sebagai dasar dalam perhitungan jejak kaki adalah sebanyak 38 sampel jejak dan dianalisiskan menjadi 18 jejak kaki sebagai dasar perhitungan dalam estimasi populasi gajah di kawasan hutan Sebuku.

Jejak yang ditemukan sebagian besar merupakan jejak kaki gajah jantan muda dengan jumlah jejak kaki depan sebanyak 10 jejak kaki dan jumlah jejak kaki belakang sebanyak 9 jejak kaki. Sedangkan jejak kaki gajah jantan dewasa sebanyak 1 jejak kaki depan dan belakang dan pada jejak kaki gajah betina dewasa hanya ditemukan 1 buah jejak kaki depan. Berikutnya pada jejak kaki gajah anak ditemukan sebanyak 1 jejak kaki.

Dari hasil perhitungan tersebut, diperoleh rentang ukuran antara panjang dan lebar kaki depan dan belakang untuk setiap kelas umur. Ukuran rata-rata panjang jejak kaki depan individu dewasa adalah 53 cm dengan interval 51-55 cm, lebar rata-rata 41,5 cm dengan interval 41-42 cm dan untuk panjang jejak kaki belakang adalah 58 cm dan lebar rata-rata jejak kaki belakang kelas umur dewasa adalah 43 cm, Panjang jejak kaki depan individu remaja adalah 42 cm dengan interval 35-49 cm, lebar rata-rata 30,7 cm dengan interval 18-39 cm dan untuk panjang jejak kaki belakang adalah 43 cm dengan interval 39-48 cm dan lebar rata-rata jejak kaki belakang kelas umur remaja adalah 32,25 cm dengan interval 28-38 cm dan ukuran rata-rata panjang jejak kaki belakang individu anak adalah 16 cm dan lebar rata-rata jejak kaki belakang kelas umur anak adalah 12 cm.

Hasil ukuran kaki antara jantan dan betina kurang lebih sama, tetapi berdasarkan jejak gajah yang teramati dan dipelajari di alam bebas, ditemukan perbedaan pertambahan jejak kaki pada jejak gajah betina yaitu disekeliling jejak kaki gajah betina dewasa selalu ada jejak kaki gajah lain di dekatnya. Karena pada umumnya gajah betina selalu berkelompok dan bila memiliki anak, anak gajah selalu berada tidak jauh dari induknya sampai dengan umur ± 2 tahun (jantan), dan bila anak gajah betina maka akan selalu mengikuti induknya, sehingga dapat diketahui jenis kelamin gajah pembuat jejak dengan melihat jejak yang ditinggalkannya.

Jejak kaki depan dan jejak kaki belakang dapat dibedakan dengan bentuk cetakan jejak pada tanah. Jejak kaki depan menyolok lebih besar (lebih bulat) daripada jejak kaki belakang berbentuk melonjong dan ukuran jejak kaki depan lebih besar daripada jejak kaki belakang.

Proses inventarisasi dilakukan pada jenis tanah yang bertekstur teguh/kuat karena paling baik dalam pengambilan sampel jejak kaki (misalnya: lantai hutan), sedangkan pada tanah yang bertekstur lemah (misalnya: pasir dan tanah berliat) sebaiknya tidak diambil dalam sampel karena kondisi tanahnya tidak cukup bagus.Kondisi jejak yang ditinggalkan sangat tergantung pada jenis permukaan tanah. Pengukuran jejak yang ideal dilakukan pada lantai hutan yang berstekstur kuat atau teguh.

Selama dilakukannya pengamatan secara langsung di alam, ditemukan beberapa pola umum jejak kaki gajah yang ditinggalkan di alam, tingkah laku yang dapat teramati dan dilakukan oleh gajah pada umumnya adalah sebanyak 3 (tiga) macam yaitu setengah berlari, berjalan dan berlari, jejak setengah berlari memiliki kerapatan jejak langkah lebih dari 1 m, jejak berjalan dengan kerapatan jejak langkah kaki yang sekitar ± 1 m dan jejak berlari dengan kerapatan jejak langkah kaki ± 2,5-3 m.

Hingga saat ini, masih sangat sukar membuat perkiraan yang tepat mengenai jumlah gajah di daerah Sebuku. Sejauh ini, penghitungan langsung individu gajah dalam kawanannya sangat sedikit dilakukan, dan kawanan gajah selalu bergerak setiap waktu, baik dalam daerah Sebuku maupun di antara Sabah bagian selatan dan bagian hulu Sebuku. Populasi dalam semua kawasan beragam sepanjang tahun. Ada beberapa indikasi yang menunjukkan jumlah gajah bertambah. Namun berdasarkan pendugaan populasi gajah berdasarkan jumlah jejak kaki melalui perubahan perbandingan sebelum dan sesudah pengeluaran individu, hanya terdapat 3 ekor gajah di dalam kawasan hutan Sebuku.

Jadi dapat disimpulkan dalam kawasan hutan Sebuku dengan luasan total 910 km2 terdapat tiga ekor gajah, yang masing-masing gajah menempati luasan kawasan 303.3 km2/ekor sebagai teritorinya.

BAB I
Pendahuluan
A. Latar Belakang

Kalimantan Timur merupakan suatu kawasan hutan hujan tropis yang memiliki keanekaragaman fauna yang cukup tinggi. Borneo mempunyai lebih dari 200 jenis mamalia (Payne dkk, 1985), lebih dari 500 jenis burung (Smithies, 1981, 166 jenis reptilia (Medway, 1977), 183 jenis amfibi (Inger, 1966) dan invertebrata yang tak terhitung jumlahnya, termasuk puluhan ribu jenis kumbang sehingga menjadikan Pulau Borneo seperti magnet bagi ilmuwan dari seluruh dunia serta memainkan peran penting dalam teori evolusi (WWF Indonesia dan WWF Malaysia, 2005).

Satwaliar dan hutan merupakan satu kesatuan ekosistem yang saling berinteraksi secara kompleks dan dinamis. Hutan berfungsi sebagai habitat satwaliar, juga sebaliknya satwaliar berperan dalam pengendalian keseimbangan ekosistem hutan. Satu diantara peran satwaliar dalam ekosistem hutan adalah membantu proses regenerasi hutan, baik secara langsung maupun tidak langsung (Alikodra, 1989).

Gajah Kalimantan (Elephas maximus borneensis) merupakan salah satu jenis satwa yang hidup di Kalimantan, namun menjadi langka dan terancam punah akibat degradasi habitat tanpa memperhatikan keseimbangan eko-biologisnya. Gajah Kalimantan berperan penting dalam regenerasi hutan, baik sebagai penyebar biji dan juga untuk perlindungan sumber-sumber air di hulu Sungai Sebuku yang penting untuk kehidupan wilayah di bawahnya, termasuk Pulau Nunukan secara tidak langsung (Wullfraat, 2007). Akibat menurunnya kondisi kawasan hutan, populasi satwaliar di alam menjadi berkurang drastis. Hal ini bisa dibuktikan dengan salah satu kenyataan bahwa susah untuk bertemu langsung dengan Gajah Kalimantan.

Tema-tema penelitian tentang satwaliar di hutan tropis yang memerlukan pertemuan langsung dengan obyeknya menghadapi beberapa kendala. Kebanyakan dari mamalia dan binatang besar jenis lainnya adalah sensitif dan selalu menghindari manusia. Sebagian besar mamalia juga sangat sukar untuk diamati pada daerah tropis yang memiliki penutupan tajuk yang sangat lebat. Sebagian mamalia juga nokturnal (aktif pada malam hari), sehingga sangat sukar untuk ditemui. Mempelajari tentang jejak kaki dan tanda lainnya adalah suatu bagian yang penting dalam pengamatan satwa. Oleh karena itu, untuk mempelajari ekologi kelompok satwa, harus sering mempercayakan pada bukti tidak langsung seperti jejak, tanda makan dan lain-lain (Van Strien, 1983).

Untuk menduga populasi gajah dalam suatu kawasan hutan lebih gampang diketahui lewat jejak daripada bertemu langsung dengan obyeknya. Rabinowitz (1995) mengatakan bahwa jejak merupakan bukti tidak langsung yang menjadi dasar pegangan untuk menentukan suatu spesies tertentu berada dalam suatu kawasan tertentu. Jejak juga dapat menginformasikan tentang apa yang dilakukan oleh hewan tersebut. Dengan melihat jejak dapat diketahui umur, jenis kelamin, ukuran, jenis makanan dan beberapa kemungkinan perilakunya.

Pulau Borneo memiliki hutan tropis yang baik, dalam hal jenis tumbuhan maupun strukturnya, memungkinkan jenis-jenis binatang dengan spesialisasi yang berbeda untuk hidup bersama khususnya di dalam hutan basah dataran rendah. Hal ini menyebabkan kekayaan jenis yang tinggi dalam banyak kelompok binatang. Kawasan hutan hulu Sungai Sebuku adalah satu dari dua kawasan hutan di Kalimantan dan Sumatera dimana Orangutan, Gajah dan Badak terdapat di hutan yang sama (WWF Indonesia dan WWF Malaysia, 2005).

Kawasan hutan Sebuku adalah areal yang rencananya akan dijadikan kawasan konservasi dengan status Hutan Lindung oleh WWF Indonesia. Hanya saja Pemerintah Kabupaten Nunukan dan Pemerintah Pusat belum setuju atas deskripsinya dijadikan sebagai Hutan Lindung karena tidak sesuai dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupate (RTRWK) Nunukan Kalimantan Timur.

Disamping kekayaan keanekaragaman hayati yang cukup tinggi, ternyata Kalimantan Timur bagian Utara mendapatkan ancaman yang perlu untuk diperhatikan, diantaranya proyek besar dalam bidang infrastruktur, pertambangan batu bara dan kegiatan konversi hutan yang kurang pengkajian secara integral untuk pembukaan perkebunan akan berpengaruh terhadap perusakan dan pemusnahan habitat alami. Kebutuhan minyak kelapa sawit dunia yang terus meningkat membuat pembukaan perkebunan-perkebunan sawit baru sebagai pilihan yang menarik, meskipun hal itu sering harus dilakukan dengan cara yang tidak benar.

Permasalahan dalam upaya pelestarian gajah adalah menurunnya kualitas dan berkurangnya luas habitat. Pertimbangan terpenting adalah untuk memperbaiki kondisi ekologis gajah. Dalam pengelolaan populasi dan habitat gajah perlu dilakukan pendekatan ekosistem Kalimantan Timur yang berbatasan langsung dengan Negara Malaysia bagian Sabah secara menyeluruh atau lebih dikenal dengan pendekatan ”bioregional”.

Gajah Kalimantan merupakan sub-spesies yang nyata endemik Pulau Borneo dan menjadikan jenis ini sebagai prioritas penting untuk program konservasi. Populasi gajah di bagian Utara Kalimantan Timur tidaklah terlalu besar, namun sangat penting artinya bagi ilmu pengetahuan. Kawasan Kalimantan Timur bagian Utara adalah bagian dari daerah jelajah alami mereka. Sementara itu, kuantitas habitat gajah di wilayah Indonesia (bagian Utara Kalimantan Timur dan daerah Sabah) telah mengalami penurunan secara signifikan dalam dekade terakhir ini (Wullfraat, 2007). Tidak banyak yang diketahui tentang perilaku gajah di alam bebas, meskipun ada pengetahuan home-range tentang gajah (Wildensyah, 2001). Gajah Kalimantan perlu dilestarikan, mengingat pentingnya dalam regenerasi hutan dan perlindungan sumber-sumber air di hulu Sungai Sebuku yang penting untuk kehidupan di kawasan hilirnya.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari jejak kaki gajah yang hidup bebas di alam (hutan) di Pulau Borneo khususnya Kalimantan Timur sebagai langkah awal untuk program konservasi populasi Gajah Kalimantan.

C. Hasil yang Diharapkan

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran (informasi) mengenai populasi gajah di hulu Sungai Sebuku yang kiranya berguna sebagai satu diantara dasar pertimbangan dalam usaha pelestarian Gajah Kalimantan. Atas dasar hasil penelitian ini juga diharapkan membuka jalan bagi penelitian lebih lanjut oleh para peneliti lainnya di kemudian hari, yaitu dengan merekomendasi sebuah inventarisasi populasi yang relatif murah dan mengetahui penyebaran gajah di lokasi penelitian.

1 komentar: